Essay Mengenai Citicoline

Nama: Hanifah Nur Rahma Fadhila

Nama Kelompok: Citicoline

Fakultas Keperawatan dan Kebidanan

Prodi S1 Keperawatan

Citicolin atau citicoline adalah obat untuk mengatasi gangguan memori atau perilaku yang disebabkan oleh penuaan, stroke, atau cedera kepala. Selain itu, obat ini juga dapat digunakan meningkatkan daya penglihatan pada pasien glaukoma. Citicoline adalah bahan kimia yang sebenarnya secara alami terdapat di otak. Citicoline bekerja dengan cara meningkatkan jumlah zat kimia di otak bernama phosphatidylcholine. Zat ini berperan penting dalam melindungi fungsi otak. Citicoline juga digunakan sebagai terapi tambahan dalam mengobati penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer, gangguan bipolar, mata malas, dan gangguan otak lainnya. Manfaatnya adalah meningkatkan daya ingat, mempercepat masa pemulihan akibat stroke atau cedera kepala. Citicoline tidak boleh digunakan sembarangan. Dosis dan aturan pakai citicoline:

- Obat minum (tablet dan kaplet)

   Dosis 500 mg, 1-2 kali sehari

   Dosis 1000 mg, 1 kali sehari

- Suntik atau infus

  Dosis 500-1000 mg suntikan IV/IM 1 kali per hari, disuntikkan selama 3-5 menit atau      diberikan dengan kecepatan infus 40-60 tetes per menit.

Citicoline dipasarkan sebagai obat di Eropa dan Jepang sebagai suplemen makanan yang dijual bebas di Amerika Serikat. Citicoline diproduksi secara endogen dari kolin sebagai langkah perantara dalam sintesis fosfolipid membran sel. Ketika diberikan secara eksogen, citicoline dianggap berguna dalam berbagai gangguan neurologis, mungkin karena kemampuannya untuk meningkat integritas dan fungsi membran saraf. Citicoline adalah nukleotida yang terdiri dari sitosin, kolin, ribosa, dan pirofosfat. Setelah pemberian oral, citicoline memiliki bioavailabilitas lebih dari 90% dan dengan cepat di metabolisme menjadi uridin, melintasi sawar darah otak, dan kemudian diubah menjadi cytidine triphosphate (CTP). Kolin bebas difosforilasi menjadi fosfokolin, yang bergabung dengan CTP untuk membentuk citicoline. Citicoline dan diacylgliserol kemudian membentuk fosfatidilkolin, prekursor dalam sintesis membran fosfolipid. Di antara peran lainnya dalam tubuh, citicoline berfungsi sebagai metabolit dan prekusor neurotransmitter asetilkolin dan juga merupakan komponen penting dari fosfolipid membran sel. Akibatnya, ia memainkan peran penting dalam struktur dan sinyal saraf.

Citicoline dianggap bertindak sebagai prekusor fosfatidilkolin. Karena otak secara istimewa menggunakan citicoline untuk sintesis asetilkolin, jumlah citicoline yang tersedia untuk produksi fosfatidilkolin dapat dibatasi dan akibatnya fosfolipid dalam membran saraf sering dikatabolisme untuk memasok kolin yang diperlukan. Namun, jika diberikan secara eksogen, citicoline dapat membantu menjaga integritas membran saraf dan meningkatkan sintesis fosfolipid struktural. Citicoline mempengaruhi tingkat neurotransmitter terutama melalui modulasi neurotransmisi katekolaminergik. Citicoline meningkatkan norepinefrin di korteks serebral dan hipotalamus serta dopamin di korpus striatum. Selain itu, telah terbukti meningkatkan serotonin di korteks serebral, striatum, dan hipotalamus, serta asetilkolin di hipokampus dan neokorteks. Citicoline dapat mengurangi aktivitas glutamat otak dengan meningkatkan ekspresi eksitatori asam amino transporter. Akhirnya, citicoline meningkatkan kadar tirosin di striatum dan juga merangsang aktivitas tirosin hidroksilase dan pelepasan dopamin.

Citicoline paling banyak digunakan sebagai agen neuroprotektif pada gangguan neurologis, termasuk penyakit parkinson, demensia, cedera otak traumatis, glaukoma, dan stroke. Tinjauan Cochrane menyimpulkan bahwa citicoline lebih efektif dibandingkan plasebo untuk gangguan kognitif pada demensia vaskular dan dapat ditoleransi dengan baik, dengan kecenderungan torlerabilitas yang lebih baik dibandingkan plasebo. Sebuah studi tentang terapi citicoline pada pasien lanjut usia dengan gangguan kognitif ringan menunjukkan peningkatan yang lebih besar dalam memori verbal dibandingkan dengan plasebo. Namun, percobaan lain menunjukkan efek yang tidak signifikan antara citicoline vs plasebo pada hasil fungsional setelah cedera otak traumatis. Meskipun penelitian terbaru menemukan citicoline efektif untuk gangguan kognitif setelah stroke, uji coba citicoline lainnya pada pasien stroke akut memastikan keamanan dan tolerabilitas obat tersebut tetapi tidak menemukan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan plasebo dalam hal hasil utama pemulihan global. Sebuah studi pengawasan obat citicoline pada 4.191 pasien stroke oleh Cho & Kim melaporkan bahwa hasil yang lebih baik diamati pada pasien yang diberi citicoline dosis tinggi (2000-4000 mg/hari) selama 6 minggu. Ketergantungan dosis dari temuan cicicoline dalam penelitian ini sangat mencolok, menunjukkan bahwa dosis yang lebih dikaitkan dengan perbaikan yang signifikan pada Skala Stroke Institut Kesehatan Nasional dan Indeks Barthel dalam kehidupan sehari-hari dan tolerabilitasnya baik terlepas dari dosisnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Materi Mata Kuliah Komunikasi Dasar Keperawatan

Kota Lama Surabaya

Resume Materi